Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Rasa membakar nalar

Rasa membakar nalar dedi ir


Rasa terbakar, api yang tak terlihat.
Menjilat logika, membelah kewarasan.
Dalam ketiadaan, pikiran terjerat.
Mencari pegangan di tepi kekosongan.

Nostalgia datang, bagai angin lirih.
Membawa serpihan ingatan yang retak.
Alasan yang rapuh, namun begitu perih.
Menggores hati yang kian memudar.

Wahai engkau, penonton dalam diam.
Lihat bagaimana rasa ini menari.
Di antara puing-puing nalar yang kelam.
Membakar habis segala yang tersisa.

Logika menjerit, mencoba bertahan.
Di tengah kobaran yang membara.
Namun sia-sia, ia pun melebur perlahan.
Menjadi abu dalam pusaran rasa.

Ketiadaan memeluk, dingin dan sunyi.
Nostalgia berbisik, hangat dan akrab.
Di antara keduanya, jiwa ini mencari.
Makna yang hilang, alasan untuk kembali.

Engkau yang membaca, mungkin bertanya-tanya.
Mengapa rasa harus membakar nalar?
Jawabannya ada dalam setiap detak jantungmu.
Dalam setiap nafas yang kau hela dengan sadar.

Karena dalam ketiadaan yang begitu hampa.
Hanya rasa yang mampu memberi warna.
Meski logika hancur, menjadi tiada.
Kita tetap hidup, dalam pusaran rasa.

Mojokerto 29 Agustus 2024

Rasa dan logika bukanlah dua entitas yang saling bertentangan, melainkan dua sisi dari satu koin yang sama. Mereka berinteraksi dan saling mempengaruhi, membentuk cara kita melihat dunia dan menjalani hidup. Keduanya tetap memiliki peran penting dalam memberikan warna dan makna pada eksistensi kita.

keyword:

Rasa
Membakar
Logika
Ketiadaan
Nostalgia
Konflik antara rasa dan logika
Nostalgia sebagai pemicu emosi
Ketidak berdayaan dalam ketiadaan
Meleburan diri dalam kenang
Pencarian makna di tengah hampa